Manifestasi Perasaan
Untuk mulai
pembahasan saya mengenai perasaan, saya perlu
mengajak Anda untuk sedikit
berpikir kritis. Menurut Anda, apa perbedaan dari ‘perasaan sakit’ dengan ‘rasa
sakit’?
Baiklah, saya akan
membantu Anda untuk sedikit membuat
kerangka pikiran. Perhatikan dua pernyataan
di bawah ini.
- “Kebohonganmu dan sikap kasarmu membuat hatiku sakit.”
- “Sakit mataku ini karena terkena percikan api.”
Saya harap dua
pernyataan di atas dapat membantu Anda dalam
membuat sebuah pengertian singkat
mengenai ‘perasaan’. Perasaan yang akan kita bahas saat ini adalah mengenai
perasaan dalam dimensi psikologis (kejiwaan) bukan dalam penilaian fisiologis
(fisik). Saya akan memberi definisi singkat berkaitan dengan perasaan yang akan
jadi bahasan kita hari ini agar kita dapat terhubung dalam satu pengertian.
“Perasaan merupakan salah satu fungsi merasa bagi jiwa
yang dapat diartikan sebagai suatu keadaan manifestasi
seorang individu dalam suatu waktu.”
Mari kita
perhatikan ciri-ciri dari perasaan di bawah ini :
- Subyektif.
Kesukaan saya terhadap tempe hangat, termasuk jika dibandingkan dengan ayam goreng, terkesan tidak obyektif. Dari tinjauan nilai gizi jelas ayam lebih bergizi. Dari unsur bahan, daging lebih enak daripada kedelai (saya bukan seorang vegetarian). Dari unsur harga, meski terkesan ayam lebih mahal, tapi saya pernah beli sepotong ayam seharga seribu sama dengan harga tempe. Secara obyektif seharusnya ayam lebih dipilih daripada tempe hangat. Tapi bagi saya beda. Bagi saya tempe lebih punya “teste”. Saya ga peduli orang mau bilang apa, suka-suka gue mau suka apa. Inilah subyektifitas saya tentang tempe hangat. Sangat mungkin setiap orang memil iki selera perasaan yang berbeda-beda. Terserah dia secara subyektif.